SUARAAKADEMIS.COM||Medan : Berbagai kasus yang menerpa SMA Negeri 8 Medan setelah diduga kuat akibat ulah sang Kepala Sekolah, nyatanya mulai memicu kepanikan agar segera bisa diredam dan menjerat pihak lain.
Cara-cara culas pun mulai dilakukan, termasuk mulai melancarkan ‘teror’ kepada orang tua siswa yang dinilai vokal terkait kebijakan aneh dan menyalah si Kepsek, RP.
Cukup diluar dugaan ketika RP diduga sengaja memerintahkan putranya berisial AY, untuk mendatangi orangtua siswa tersebut. Parahnya lagi, pemuda yang diketahui masih berstatus mahasiswa di sebuah PT di Pulau Jawa itu, mengaku sebagai wartawan.
Cerita ini yang dilontarkan CI, salah satu orang tua siswa yang bermukim di kawasan Medan Perjuangan. Menurutnya, peristiwa terjadi pada Rabu sore, 31 Januari 2024 setelah ia ditelepon seseorang yang mengaku sebagai wartawan.
“Saat ditelepon dan dia ngajak ketemu. Lalu saya terima ajakannya jumpa dan saya terima kedatangannya di rumah saya malamnya. Setelah berbincang dia menginterogasi saya tentang laporan saya di dinas pendidikan yang sudah mulai proses yaitu dugaan penyalahgunaan gunaan wewenang,” urai CI kepada wartawan Jumat (2/2/2024).
Yang mengejutkan, lanjut CI si wartawan gadungan itu mulai berkata ‘Kenapa cepat kali bapak laporkan,dan sudah kemana aja bapak laporkan,dari mana bapak dapat data data.??’.
“Karena mulai curiga, saya hanya menjawab dr handphone. Dia mencecar lagi dengan bertanya pernahkah bapak di jumpai pengurus komite?” ujarnya.
Keesokan harinya, pada Kamis pagi, 1 Februari 2024, CI yang sangat penasaran, akhirnya mencari tau identitas orang yang mengaku wartawan dan mendatangi kediamannya.
“Lalu saya tanya beberapa wartawan, namun tidak ada yang mengenal dia. Kemudian saya menanyakan seseorang dilingkungan SMAN 8 Medan sambil menunjukkan foto dan menanyakan kenal tidak dengan orang ini,” beber CI
Namun jawaban pihak yang ditanya mengejutkan, karena ternyata pemuda yang mendatanginya adalah anak Kepala.Sekolah.
“Oo, itu anak kepala sekolah. Beberapa hari ini dia membawa mobil mamanya yang kepala sekolah SMAN 8 Medan. Setahu saya abang itu masih kuliah inisial AY,” ucapnya menirukan jawaban pihak sekolah.
Sementara itu, terkait apa yang kini diperjuangkannya, CI menuturkan, adapun dugaan kesewenang wenangan yang diduga kuat dilakukan Kepala SMAN 8 Medan, diantaranya siswa ekonomi lemah dipungut SPP.
Padahal sesuai PP No 48 tahun 2022 tentang SPP, siswa ekonomi lemah tidak dibebankan SPP dan juga di Permendikbud No 75 tentang komite bahwa siswa ekonomi lemah tidak dibebankan SPP
“Kepala sekolah sudah mengetahui aturan ini tapi tidak menjalankannya bahkan siswa ekonomi lemah membayar full SPP sebesar Rp150 ribu. Sedangkan anak komite tidak bayar SPP yg notabene ekonomi kuat,” kecamnya.
Mengenai hal itu, lanjutnya pada rapat sosialisasi BOP tanggal 23 Desember 2023, ia sempat mempertanyakan hal itu. Karenq keterangan kepala sekolah bahwa pencairan BOP SMAN 8 Medan, berdasarkan jumlah penerima PIP x Rp35 ribu x 12 bulan.
“Parahnya, pemerintah sudah mensubsidi penerima PIP, tapi malah dibebankan SPP dan membayar full Rp150 ribu,” ucapnya geram.
Lalu poin kedua adalah dugaan penyalahgunaan wewenang dalam hal pemungutan SPP dimana diduga kuat telah melanggar Permendikbud No 75 tahun 2016 kareja tidak membuat RAPBS dan LPJ SPP kepada orang tua dan tidak transparan kepada orang tua siswa.
“Bahkan pemilihan komite tidak transparan seperti disulap. Sampai saat ini orang tua siswa mempertanyakan legalitas pengurus komite bentukan Kepala SMAN 8 Medan. Padahal komite sekolah bukan hanya ketua atau pengurus saja. Komite adalah keseluruhan orang tua siswa siswi SMAN 8 Medan,” tandasnya.
Kesewenangan ketiga adalah baju batik kelas X SMA dengan kelas XI dan XII sangat jauh berbeda. Batik kelas X tidak mencerminkan ciri khas SMAN 8 Medan.
Karena, kata CI ia pun melihat ada sekolah lain memakai baju batik SMAN 8 yang kelas X, bahkan bebas dijual di pasaran. kok beda ya baju batik siswa kelas X ini dibanding siswa kelas XI dan XII. Hal ini jelas tidak menjunjung integritas SMAN 8 Medan.
Diintimidasi
Belakangan, laporan itu justru mulai memicu masalah lain, setelah RP yang kabarnya semakin panik, mulai mengintimidasi putri CI yang merupakan siswanya. Hal itu terjadi saat dia mau membayar cicila uang SPP.
Bukan hanya pembayarannya ditolak, ia juga dipaksa untuk mendatangkan orang tuanya ke sekolah. Bahkan sambil menangis saat mengadu kepada ayahnya, siswi berinisial MSF itu mengaku diinterogasi dengan sejumalah pertanyaan.
Kemudian, pada Selasa, 6 Februari 2024, sekuriti sekolah mendatangi kediaman CI, mengantar surat panggilan. Surat yang ditandatangani langsung oleh kepala sekolah itu, bertujuan meminta keterangan CI terkait laporannya ke Dinas Pendidikan.
“Yang berhak memanggil saya sebagai pelapor adalah pihak dinas, bukan kepala sekolah sebagai pejabat yang saya laporkan. Jelas saya tolak panggilan pada Rabu, 7 Februari 2014 itu,” tegasnya.
Lalu, sambung CI, sekuriti sekolah kembali mengantarkan surat panggilan ke dua pada gari Kamis, 8 Februari di saat libur. Dalam surat yang berisi serupa, ia diminta hadir ke sekolah pada Senin, 12 Februari 2024.
“Saya ingin pertanyakan melalui surat yang dilayangkan kepala sekolah, apakah Dinas pendidikan membiarkan hal ini?. Apalagi surat itu juga ditembuskan ke Dinas Pendidikan,” ujarnya.
Ia juga mempertanyakan, dalam hal pelaporan, apakah memang seperti itu aturannya. Laporan ditujukan ke Kepala Dinas Pendidikan, tapi yang memintai keterangan adalah kepala sekolah.
“Apakah seperti ini aturannya?. Kiranya pemimpin harus taat rambu atau aturan Pemerintah dan Kementerian Pendidikan bukan malah membuat peraturan sendiri. Jika ingin peraturan sendiri maka dibuatlah sekolah sendiri. Apa yang dilakukan kepala sekolah ini tidak sesuai dengan profil Pancasila yang selalu digaung-gaungkannya, sangat bertolak belakang dengan keseharusannya.
menciderai demokrasi dan menciderai integritas SMAN 8 Medan,” tegasnya.
Terkait hal ini, ia pun meminta pihak berwenang agar segera menindaklanjuti laporannya agar bisa dibuktikan apa yang dilaporkannya itu benar atau tidak.
Sementara itu, Kepala SMAN 8 Medan, RP hingga kini belum menjawab konfirmasi wartawan.