Suaraakademis.com| Bogor – Nasib naas dialami Badar pemuda milenial warga Kampung Cinyurup, Desa Ciomas, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor. Kejadian bermula pada Senin 15 Januari 2024 yang lalu, saat ia tak masuk kerja sehari dengan alasan ingin mengurus program belajar paket C.
Awalnya tidak terpikir olehnya akan mengalami hal buruk tersebut, karena ia telah ijin ke mandor yang berinisial EO untuk tidak masuk kerja. Ternyata ijin tersebut tidak disampaikan oleh mandornya ke boss, inisial FO.
Badar yang bekerja sebagai operator alat berat di PT. Sahabat Sampora Jaya tersebut dipanggil FO untuk datang ke kantor. “Saya dipanggil dan dibentak dengan kata-kata kasar dan juga dipukuli,” jelas Badar.
Tidak hanya itu, sepeda motor korban juga sempat ditahan pihak perusahaan yang berlokasi di Jalan Raya Sampora Cisauk Serpong Tangerang itu. Akhirnya korban melaporkan kejadian tersebut ke orang tuanya dan mereka menyambangi kantor tempat korban bekerja, barulah sepeda motornya dikembalikan.
Parahnya lagi, hingga berita ini diterbitkan, ternyata masih ada hak yang belum dituntaskan oleh perusahaan tersebut. Menurut kesaksian korban, gajinya masih belum dibayarkan sejumlah tiga juta rupiah.
“Iya, gaji saya masih ditahan tiga juta, enggak jelas alasannya kenapa,” jelasnya.
Korban juga mengatakan kalau takut melapor ke pihak berwajib karena perusahaan tersebut dibeking oknum aparat juga.
Terkait tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oknum pemilik perusahaan PT. SSJ tersebut terhadap karyawannya, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (Ketum PPWI), Wilson Lalengke, mengatakan sangat prihatin dan menyayangkan hal ini masih terjadi. Oleh karena itu, tokoh pers nasional yang dikenal getol membela warga terzolimi di berbagai tempat ini mendesak agar para pihak terkait, terutama aparat kepolisian, dinas tenaga kerja, dan stake holder terkait dapat memberikan atensi atas kasus tersebut.
“Negara ini dibentuk untuk hadir membela kepentingan rakyatnya, terutama kaum lemah dan termarginalisasi di masyarakat. Jika ada informasi tentang perlakuan sewenang-wenang terhadap warga sebagaimana yang terjadi di Tenjo, Kabupaten Bogor, itu, maka aparat negara terkait harus cepat tanggap mengadvokasi mereka,” jelas alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini.
Buat saya, lanjut Wilson Lalengke, ini sesuatu yang aneh. Semestinya, pihak perusahaan menjaga dan melindungi pekerjanya.
“Pekerja itu adalah aset yang sangat penting dalam perusahaan, yang membuat perusahaan bisa tumbuh berkembang dan maju, semestinya diperlakukan dengan baik. Saya heran mengapa sering terjadi perlakuan sewenang-wenang terhadap karyawan. Seperti halnya kasus perusahaan besi baja di Bekasi, karyawannya disekap dan dipukuli, namun aparat negara malah membela si boss pemilik perusahaan yang melakukan tindak kriminal,” tutup Wilson Lalengke sedih. (*)