Ekosistem Antara Peluang dan Tantangan Partai Politik Jelang Pemilu 2024
Medan-Suaraakademis.com||Cuaca ekstrem adalah salah satu tanda perubahan iklim (climate change) yang ditandai kian meningkatnya musibah banjir, longsor dan kekeringan, ancaman ini mendatangkan efek merusak bagi warga dan lingkungan yang terdampak.
Dihari-hari mendatang banjir, longsor menjadi sebuah tragedi dan ancaman serius apabila tidak dikelola, dan di mitigasi dengan baik.
Riset terbaru anak-anak muda kian tertarik terhadap isu lingkungan ini bisa menjadi target potensial yang bisa digarap oleh partai politik di pemilu 2024.
Menguatnya isu krisis iklim yang disuarakan kaum muda di berbagai belahan dunia, mengingatkan kita pada sosok paling berpengaruh “2019 Person of the Year” versi majalah Time, Greta Thunberg.
Sebagai aktivitis muda, konsistensi Greta dalam menyuarakan isu krisis iklim sejak tahun 2018 terbukti tidak hanya menginspirasi jutaan orang di seluruh dunia, melainkan juga telah memaksa perubahan sistem dan kebijakan pemerintah dan parlemen soal iklim di berbagai negara.
Lantas bagaimana isu iklim jika dikaitkan dengan agenda politik elektoral di Indonesia?
Hasil survei nasional perubahan iklim oleh indikator Politik Indonesia dan yayasan Indonesia Cerah pada Oktober 2021, mengungkapkan temuan yang relevan mengenai cerminan aspirasi anak muda Indonesia yang akan berpartisipasi dalam pemilu 2024.
Anak muda kian menaruh perhatian serius pada persoalan kerusakan lingkungan dan perubahan iklim.
Dalam kehidupan, kita paham betul bahwa makhluk hidup akan berinteraksi dengan makhluk hidup lain di lingkungannya.
Relevansi antara Isu Perubahan Iklim dengan Perhelatan Politik.
Hari ini sudah memasuki hari kedua masa kampanye serentak dimulai tanggal 28 November 2023 dan akan berakhir 10 Februari 2024.
Berbagai upaya pencitraan terhadap seseorang atau figur dalam sebuah perhelatan politik sah-sah saja, tetapi akan sangat mengkhawatirkan jika pemilih tidak diberi pendidikan politik untuk bersikap cerdas dan santun.
Pemilih bisa terkecoh oleh spanduk, baliho dan slogan yang menarik tanpa kenal siapa yang ada dalam gambar dan terlebih apa yang ada dalam benaknya.
Fenomena politik praktis melalui pencitraan marak dilakukan oleh para politisi.
Disemua daerah kabupaten, kota hingga ke pelosok desa di sepanjang jalan yang dilewati terpampang baliho dan gambar serta atribut kampanye dengan slogan klise mohon doa dan dukungan untuk memilih orang yang mejeng beserta nomor urutnya, katanya berjuang untuk kepentingan rakyat.