Kanwil Kemenkumham Sumut Gandeng Fakultas Hukum UMSU Laksanakan Luhkumtak Sosialisasi UU KUHP
Deli Serdang_Suaraakademis.com||Dalam rangka memperingati Hari Dharma Karya Dika (HDKD) ke-78, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia (Kemenkumham RI) menggelar Penyuluhan Hukum Serentak (Luhkumtak) Sosialisasi Undang-undang No.1 Tahun 2023 tentang KUHP, Rabu (2/8).
Kegiatan yang melibatkan 78 titik Kantor Wilayah dan 78 titik Pemberi Bantuan Hukum (PBH) ini dibuka langsung secara hybrid oleh Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Widodo Ekatjahjana.
Dalam sambutannya, Widodo Ekatjahjana mengatakan, penyuluhan hukum terkait UU KUHP merupakan wujud nyata peran serta Kementerian Hukum dan HAM RI dalam 78 tahun pengabdian membangun negeri melalui peringatan Hari Kemenkumham (Hari Dharma Karya Dhika) ke-78 tahun 2023.
Pihaknya mengapresiasi jajaran Kantor Wilayah, Pemerintah Daerah dan PBH di seluruh Indonesia yang telah berpartisipasi dan mendukung pelaksanaan kegiatan ini.
“Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada para peserta kegiatan Penyuluhan Hukum UU KUHP dengan jumlah total sebaran di 156 titik seluruh Indonesia,” ujarnya.
Widodo berharap, kegiatan ini dapat memaksimalkan proses sosialisasi dalam masa transisi selama 3 tahun sebelum UU KUHP mulai diberlakukan.
Luhkumtak di Sumut
Di Sumatera Utara, Kanwil Kemenkumham Sumut melaksanakan Luhkumtak dengan menggandeng Fakultas Hukum UMSU dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH UMSU). Kegiatan yang mengusung tema “Arah Baru Pidana Indonesia (UU No.1 Tahun 2023 tentang KUHP)” dilaksanakan di Desa Cinta Rakyat, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Rabu (2/8).
Kegiatan Luhkumtak yang diikuti seluruh perangkat Pemerintahan Desa Cinta Rakyat dan puluhan warga masyarakat ini menghadirkan dua narasumber, yakni Dekan Fakultas Hukum UMSU Dr Faisal SH MHum dan Penyuluh Hukum Ahli Madya Ester Sinaga SH MH.
Kepala Desa Cinta Rakyat, H Adi Kustiono S.KP dalam sambutannya menyampaikan ucapan terimakasih atas dipilihnya Desa Cinta Rakyat sebagai lokasi pelaksanaan.
Mengawali penyuluhannya, Dekan FH UMSU Dr Faisal SH MHum mengungkapkan, bahwa sejak masih jadi rancangan hingga ditetapkan sebagai UU sudah menimbulkan polemik di tengah-tengah masyarakat. Namun terlepas dari polemik tersebut, menurut Faisal masyarakat Indonesia patut mendukung KUHP yang merupakan produk murni buatan anak bangsa, dan menggantikan Undang-undang KUHP (UU KUHP) sebelumnya yang merupakan warisan kolonial Belanda.
“KUHP baru ini patut disyukuri oleh seluruh masyarakat. Mengingat, KUHP ini merupakan produk buatan anak bangsa yang lebih mengedepankan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia,” ujar Faisal.
Dijelaskannya, KUHP warisan kolonial Belanda yang dipakai sampai kurang lebih 70 tahun sudah banyak yang tidak relevan dengan situasi masyarakat Indonesia khususnya pada masa ini.
“Atas dasar itulah, DPR RI dan pemerintah melakukan rekodifikasi atau perubahan UU KUHP ini,” sebut Faisal.
Tampil sebagai narasumber kedua, Penyuluh Hukum Ahli Madya Ester Sinaga SH MH menjelaskan, bahwa pembaruan KUHP mengacu pada 5 misi yaitu dekolonisasi, demokratisasi hukum pidana, konsolidasi/rekodifikasi hukum pidana, adaptasi dan harmonisasi terhadap berbagai perkembangan hukum yang terjadi, serta modernisasi.
Ia juga membeberkan 17 keunggulan KUHP baru, yakni diantaranya: bertitik tolak dari asas keseimbangan, Rekodifikasi Hukum Pidana yang terbuka dan terbatas, Tujuan Pemidanaan, Pedoman Pemidanaan, 11 pertimbangan bagi hakim sebelum menjatuhkan pemidanaan, dan Penentuan sanksi pidana dengan Modified Delphi Method, Putusan Pemaafan Oleh Hakim (Judicial Pardon).
Keunggulan bertitik tolak dari asas keseimbangan dilihat dari antara “kepentingan umum/masyarakat” dan “kepentingan individu”; antara perlindungan/kepentingan pelaku, korban dan penegakan hukum; antara faktor “objektif” (perbuatan/ lahiriah/ actus reus) dan “subjektif” (orang/ batiniah/ sikap batin/ mens rea); dengan ide “daad-dader strafrecht”; antara “kepastian hukum”, “kelenturan/ elastisitas/ fleksibilitas”, dan “keadilan”; antara nilai-nilai partikular, nasional dan nilai-nilai global/ internasional/universal; dan tercermin dalam 3 masalah pokok Hukum pidana, yaitu: Perbuatan Pidana/ Tindak Pidana; Kesalahan/ Pertanggungjawaban Pidana; dan Pidana/ Pemidanaan.
Selain itu, menurut Ester, keunggulannya ada pertanggungjawaban pidana korporasi, mengutamakan pidana pokok yang lebih ringan, perluasan jenis pidana pokok (Pengawasan dan Kerja Sosial, pembagian Pidana dan Tindakan ke dalam 3 kelompok (umum, anak, korporasi), pidana denda diatur dalam 8 kategori, mengatur penjatuhan pidana mati secara bersyarat sebagai jalan tengah pro kontra pidana mati,mencegah penjatuhan pidana penjara utk TP Max 5 Tahun, mengatur alternatif pidana penjara berupa pidana denda, pidana pengawasan, dan pidana kerja sosial, mengatur Pemidanaan Dua Jalur, yaitu berupa Pidana & Tindakan, mengatur Pertanggungawaban Mutlak (Strict Liability) & Pertanggungjawaban Pengganti (Vicarious Liability).
Usai pemaparan materi, acara dilanjutkan dengan sesi tanya-jawab. Pada sesi ini banyak pertanyaan dari warga desa terkait persoalan hukum dan kemudian dijawab secara lugas oleh kedua narasumber. (*)